Rabu, 24 Maret 2010

TERHAPUS DARI GELAR-KU

Hari demi hari,! Hanya tersisa satu minggu lagi. Kesempatan bagiku untuk meninggalkan atau membawa terus gelar jomblo sejati IPS 1 yang sudah hampir satu tahun kusandang dan akan “naik pangkat” menjadi jomblo sejati SMAN 75 jika sampai satu minggu lagi aku belum juga dapat cewek.
Dulu pun aku dijuluki jomblo sejati kelas X A dan naik pangkat menjadi jomblo sejati IPS 2. Semua ini. memang salahku. Aku belum pernah berhubungan dengan makhluk bernama cewek melalui jalur romantis yang dinamai “cinta”. Bukan karena aku tak bisa bercinta atau bahkan gay! Bukan! Aku hanya masih trauma dengan makhluk yang bernama perempuan sewaktu masih berseragam putih biru. Waktu itu sehabis menyatakan cinta kepada cewek pujaanku, bukannya diterima atau ditolak dengan halus, malah ditolak mentah-mentah dan dihina habis-habisan di depan seluruh teman sekelas!
Kuakui memang aku terlalu PD dianya orang paling cantik se-SMP, dan tak ada duanya. Gak ada cowok yang mengaku dirinya tidak suka sama dia. Sayang, dia mata duitan. Nah, uang SPP aku aja sering nunggak. Jelas tidak termasuk kategori dan bukan levelnya. Di SMA, aku naksir berat sama seorang cewek IPA 1. Jelas, ia pintar.Walau ia tidak terlalu cantik, tapi ia anak yang baik n’ penyabar. Setiap hari senin dia slalu mengibarkan bendera merah putih. Bahkan sebelum bertanding!. Teman sekelasnya yang aku tau, tajir n’ pintar, ditolak dengan halus olehnya.
Hasil ujian sudah diumumkan. Aku lulus walau peringkatnya di atas seratus. Cinta, cewek yang aku taksir? Urutannya sepuluh besar! Bagai bumi dan langit kan? Tapi, aku bersyukur Fisika dan Matimatika nilainya bisa di atas lima. Walau Cuma tambah dikit. Tapi aku bersyukur karena aku takut di dua pelajaran itu aku ngga lulus. Aku juga berterimakasih pada Tuhan yang telah meloloskan aku pada salah satu Universitas favorit melalui jalur PMDK. Walau beban ortu pastinya makin berat, tapi aku bertekad agar aku bisa meraih gelar S1.
Pesta kelulusan tak bisa dibendung. Baju seragam tak ada yang tidak kotor. Semuanya penuh corat-coret. Mau dilarang bagaimaana lagi ? Wong IPA 1 aja yang gudangnya anak-anak alim saja demikian kok!. Akupun tentu tak ketinggalan. Baju penuh dengan semprotan piloks warna warni dan coretan spidol. Sambil jalan-jalan pamer baju, aku berteriak teriak tanda suka citaku. Eh, pas lewat kelas IPA 1, ada suara merdu menyapaku.
“Dino, bisa minta kenang-kenangannya gak?”
Gila! Ketika kutengok siapa gerangan pemilik suara merdu itu, ternyata Cinta! Mimpi apa aku semalam? Aku sempat terpaku dan tegak laksana patung andai Cinta tak kembali menyapaku.
“Boleh gak? Kalo gak boleh gak apa-apa kok.”
Dengan segera aku menjawab boleh. Siapa juga yang gak mau mencoreti baju cewek idaman? Spidol yang ia sodorkan langsung aku rebut dan kucoret-coret bajunya dengan tanda tanganku yang paling istimewa. Karena letaknya dipunggung, aku pun tak ragu menuliskan kata” I Love You” dengan tulisan yang super kecil.Takut ketauan sih . . . ! ! !
“Sudah,nih. Sekarang gantian dong, aku minta coretannya.” Aku balas meminta.
“Kamu emangnya mau?” Dia seperti terkejut dan ragu.
“Tentu dong.Siapa yang gak mau diberi oleh cewek secantik kamu?” Wajahnya memerah.
Wajahku juga memerah. Tanpa kuduga, Cinta langsung menarik spidol dan corat coret disana sini dipungguku. Dengan hati dag-dig-duerrr kutunggu Cinta menyelesaikan tulisanya.
“Dah, Din. Makasih dan jangan lupa ya.” Cinta lalu pergi meninggalkanku.
Aku bingung. Jangan lupa apa ya.Apa aku pernah janji ama Cinta? Tapi janji apa? Ngobrol aja baru sekarang.
Teka-teki itu akhirnya bisa kujawab sepulang sekolah. Saat aku ganti pakaian, tanpa sengaja kulihat tulisan dia di punggung bajuku, Din,temui aku di taman kota jam lima sore.Jangan lupa!!!
Kutengok petunjuk waktu. Buseeet jam empat lebih empat puluh lima menit alias tinggal seperempat jam lagi! Jarak taman kota dari rumah ada sekitaran satu kilometre setengah.Tak ada angkot, tak ada motor.Apa mesti lari? Tak lama kuputuskan.aku segea berlari menuju taman kota. Tak percuma aku dijuluki rusanya IPA 3.Mau lari beberapa jarak pun aku pasti nomor satu asal jangan lari ditempat saja.
Napas ngos-ngosan hamper putus, keringat membanjir ketika ku telah sampai taman kota. Tapi aku tak perduli. Kuputar pandanganku mengelilingi taman.Kucari sesosok cewek berambut panjang dan legam. Tapi bukan Mak Lampir lhoooo.Ah, itu dia dipojok taman, dibawah rindangnya naungan beringin., Ia duduk dibangku taman.
Kudekati dia dengan perasaan tak menentu dan penuh tanda tanya. Sesaat aku hanya berdiri terpaku. Belum sempat aku bertanya apapun, ia sudah menoleh.
“Eh Dino. Sudah lama ya? Maaf ya.Aku keasyikan baca novel nih,” Kata Cinta sambil menunjukan sebuah novel.
“Suka baca novel juga yah! Aku juga.”
Langsung deh, kami bicara ngalor ngidul tentang novel, sastra en sesuatu lain yang berhubungan. Setelah kira-kira seperempat jam kami kehabisan bahan pembicaraan Lia diam sambil mempermainkan kaki. Pandangannya tajam kearah rumput. Namun,ia tak memperhatikan rumput.Ia sedang berpikir keras.Aku? Aku tak kalah gelisah. Belum pernah aku sedekat ini dengan cewek yang aku taksir. Minim pengalaman dalam berpacaran menambah kekeliruanku. Mau bicara, lidah rasanya kelu. Mau berdiri tubuhku rasanya lengket pada bangku. Aku rasanya ingin berlari kemana pun sekuat tenaga untuk mengatasi suasana yang tidak menentu.
Cinta akhirnya memecah kebuntuan setelah sekian lama hanya terdiam terpaku.
“Mmmmmhhh….. sebelumnya aku mau minta maaf, Din. Aku bolehkan bertanya padamu? Tapi kamu gak akan marah kan? Menurut temanku, kamu mendapat julukan Raja Jomblo ya. Apa itu memang benar, Din?”
Tak ku duga ia menanyakan itu. Antara malu, kesal, bingung dan marah aku menggangguk pelan.
“Kamu mau kuberi solusi agar jabatanmu lepas? Itu kalo kamu mau lho.” Kulihat wajahnya merah.
Sesaat aku hanya diam . Untunglah, kemudian aku berhasil mengatasi keadaan.
“Apa itu? Tapi kayaknya percuma, deh. Apa lagi waktu ku hanya tinggal seminggu lagi.”
Cinta seperti ragu-ragu. Bahkan suaranya hampir-hampir tak kudengar.
“Kita pura-pura jadian selama seminggu ini. Setelah itu, terserah kamu lah.”
Jangankan satu minggu. Seumur hidup pun aku mau kalau kau mau!
“Aku mau saja. Tapi, kamu mau berbuat begini? Kenapa pula harus pura-pura? Kenapa pula Cuma satu minggu?” Keberanianku muncul seketika.
“Maksudmu?”
“Cinta, aku tak tau apa maksudmu mengajakku. Tapi percayalah. Aku tak ingin kalau kita hanya pura-pura apalagi kalau Cuma satu minggu.” Entah kenapa aku bisa bicara demikian.
“Jadi….?” Cinta tak meneruskan bicaranya.
“Ya, Cinta. Aku tentu mau sekali kalau jadi pacarmu walau hanya pura-pura. Apalagi kalau bisa menjadi kenyataan. Ketahuilah, Cinta, Aku mencintaimu sejak pertama aku melihatmu waktu pendaftaran. Tapi kalau kamu mau menolakku,Aku maklum kok. Satu minggu pura-pura berpacaran saja merupakan satu kehormatan besar dan anugrah untukku. Aku akan Sangat berterima kasih.”
Tanggung. Sudah terlanjur nyerempet. Kutumpahkan saja seluruh isi hatiku. Mumpung ada orangnya. Lega sudah. Ditolak pun aku sudah pasrah. Tapi…………
“Din, aku sangat terkejut. Ternyata aku tak bertepuk sebelah tangan.” Cinta Tertunduk malu sambil tersenyum riang.
Aku terlonjak! Berlari tak tentu arah mengelilingi taman sambil berteriak gembira walau disertai pandangan bingung orang-orang yang ada ditaman.
Malam itu kulalui dengan kencan pertama bersama cewek pertamaku yang semoga menjadi yang terakhir.
Bahagia terbesar seumur hidupku. Apalagi setelah ku tahu Cinta SeUniversitas denganku. Juga tak ada lagi Raja Jomblo atau Jomblo Sejati. Tuhan, terima kasih atas anugrah terindah yang Kau berikan hari ini. Mudah-mudahan hari berikutnya Kau berikan hari yang seindah hari ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar